Rekomendasi

ads header

Baru

Al-Qur'an, Tentang Kronologi Turunnya Surah & Daftar Surah Makiyah - Madaniyah



Berikut adalah daftar surah Makiyah dan Surah Madaniyah dan ringkasan penjelasan yang melatar-belakanginya di bahagian paling bawah halaman ini. Semoga bermanfaat. 

Surah-Surah Makiyah
    Urutan TurunNo. SuratNamaSuratJumlah AyatTempat Turun
    196Al-’Alaq19Makkiyah
    268Al-Qalam52Makkiyah
    373Al-Muzzammil20Makkiyah
    474Al-Muddatstsir56Makkiyah
    51Al-Faatihah7Makkiyah
    6111Al-lahab5Makkiyah
    781At-Takwiir29Makkiyah
    887Al-A’laa19Makkiyah
    992Al-Lail21Makkiyah
    1089Al-Fajr30Makkiyah
    1193Adh-Duhaa11Makkiyah
    1294Al-insyirah8Makkiyah
    13103Al-’Ashr3Makkiyah
    14100Al-’Aadiyaat11Makkiyah
    15108Al-Kautsar3Makkiyah
    16102At-Takaatsur8Makkiyah
    17107Al-Maa’uun7Makkiyah
    18109Al-Kaafiruun6Makkiyah
    19105Al-Fiil5Makkiyah
    20113Al-Falaq5Makkiyah
    21114An-Naas6Makkiyah
    22112Al-Ikhlas4Makkiyah
    2353An-Najm62Makkiyah
    2480Abasa42Makkiyah
    2597Al-Qadr5Makkiyah
    2691Asy-Syams15Makkiyah
    2785Al-Buruuj22Makkiyah
    2895At-Tiin8Makkiyah
    29106Quraisy4Makkiyah
    30101Al-Qaari’ah11Makkiyah
    3175Al-Qiyaamah40Makkiyah
    32104Al-Humazah9Makkiyah
    3377Al-Mursalaat50Makkiyah
    3450Qaaf45Makkiyah
    3590Al-Balad20Makkiyah
    3686Ath-Thaariq17Makkiyah
    3754Al-Qamar55Makkiyah
    3838Shaad88Makkiyah
    397Al-A’raaf206Makkiyah
    4072Al-Jin28Makkiyah
    4136Yaasiin83Makkiyah
    4225Al-Furqaan77Makkiyah
    4335Faathir45Makkiyah
    4419Maryam98Makkiyah
    4520Thaahaa135Makkiyah
    4656Al-Waaqi’ah96Makkiyah
    4726Asy-Syu’araa’227Makkiyah
    4827An-Naml93Makkiyah
    4928Al-Qashash88Makkiyah
    5017Al-Israa’111Makkiyah
    5110Yunus109Makkiyah
    5211Huud123Makkiyah
    5312Yusuf111Makkiyah
    5415Al-Hijr99Makkiyah
    556Al-An’am165Makkiyah
    5637Ash-Shaaffat182Makkiyah
    5731Luqman34Makkiyah
    5834Saba ‘54Makkiyah
    5939Az-Zumar75Makkiyah
    6040Al-Mu’min85Makkiyah
    6141Fushshilat54Makkiyah
    6242Asy-Syuura53Makkiyah
    6343Az-Zukhruf89Makkiyah
    6444Ad-Dukhaan59Makkiyah
    6545Al-Jatsiyaah37Makkiyah
    6646Al-Ahqaaf35Makkiyah
    6751Adz-Dzariyaat60Makkiyah
    6888Al-Ghaasyiyah26Makkiyah
    6918Al-Kahfi110Makkiyah
    7016An-Nahl128Makkiyah
    7171Nuh28Makkiyah
    7214Ibrahim52Makkiyah
    7321Al-Anbiyaa’112Makkiyah
    7423Al-Mu’minuun118Makkiyah
    7532As-Sajdah30Makkiyah
    7652At-Thuur49Makkiyah
    7767Al-Mulk30Makkiyah
    7869Al-Haaqqah52Makkiyah
    7970Al-Ma’aarij44Makkiyah
    8078An-Naba’40Makkiyah
    8179An-Nazi’at46Makkiyah
    8282Al-Infithaar19Makkiyah
    8384Al-Insyiqaaq25Makkiyah
    8430Ar-Ruum60Makkiyah
    8529Al-’Ankabuut69Makkiyah
    8683Al-Muthaffifiin36Makkiyah

    Surah-Surah Madaniyah
      Urutan TurunNo. SuratNamaSuratJumlah AyatTempat Turun
      872Al-Baqarah286Madaniyah
      888Al-Anfaal75Madaniyah
      893Ali ‘Imran200Madaniyah
      9033Al-Ahzab73Madaniyah
      9160Al-Mumtahanah13Madaniyah
      924An-Nisaa’176Madaniyah
      9399Al-Zalzalah8Madaniyah
      9457Al-Hadiid29Madaniyah
      9547Muhammad38Madaniyah
      9613Ar-Ra’d43Madaniyah
      9755Ar-Rahmaan78Makkiyah
      9876Al-Insaan31Madaniyah
      9965Ath-Thalaaq12Madaniyah
      10098Al-Bayyinah8Madaniyah
      10159Al-Hasyr24Madaniyah
      10224An-Nuur64Madaniyah
      10322Al-Hajj78Madaniyah
      10463Al-Munaafiquun11Madaniyah
      10558Al-Mujaadilah22Madaniyah
      10649Al-Hujuraat18Madaniyah
      10766At-Tahriim12Madaniyah
      10864At-Taghaabun18Madaniyah
      10961Ash-Shaff14Madaniyah
      11062Al-Jumu’ah11Madaniyah
      11148Al-Fath29Madaniyah
      1125Al-Maa-idah120Madaniyah
      1139At-Taubah129Madaniyah
      114110An-Nashr3Madaniyah

      Kronologi Pewahyuan al-Quran
      Unit-unit wahyu al-Quran – yang kemudian membentuk kitab suci kaum muslimin – disampaikan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun – mulai sekitar tahun 610 hingga 632 – selaras dengan perkembangan misi kenabiannya. Namun, ketika wahyu-wahyu tersebut dikodifikasi, pentahapan pewahyuan ini tidak tercermin di dalamnya.

      Banyak surat al-Quran yang diwahyukan setelah Nabi hijrah ke Madinah – seperti surat 2, 3, dan 4 – ditempatkan pada bagian awal mushaf al-Quran yang ada – yakni mushaf utsmani. Sementara surat-surat yang berasal dari periode awal kenabian Muhammad – misalnya surat 96, 74, dan 68,– ditempatkan di bagian akhir mushaf. Demikian pula, surat-surat al-Quran – terutama surat-surat panjang – menghimpun unit-unit wahyu dari berbagai periode pewahyuan, yang diturunkan sehubungan dengan berbagai kejadian, situasi dan kebutuhan. Bagian-bagian al-Quran yang menyerukan kaum politeis mengimani keesaan Tuhan dan mengeritik keyakinan serta praktek pelbegu, lazimnya diwahyukan pada masa pra-hijrah. Sementara bagian-bagian al-Quran yang berisi berbagai aturan peperangan dan hukum kemasyarakatan, jelas diwahyukan dalam kaitannya dengan pembangunan dan pemapanan masyarakat muslim Madinah.

      Sekalipun mushaf al-Quran tidak tersusun berdasarkan urutan pewahyuan, sejak abad-abad pertama Islam para sarjana muslim telah menyadari pentingnya pengetahuan tentang penanggalan atau aransemen kronologis bagian-bagian al-Quran dalam rangka memahami pesan kitab suci tersebut. Dari kesadaran ini, muncul upaya menghimpun berbagai riwayat historis tentangnya dan menyusun rangkaian kronologi pewahyuan al-Quran.

      Beberapa Pijakan Penanggalan al-Quran
      Ada sejumlah riwayat dalam kitab-kitab sejarah dan tafsir yang pada umumnya dijadikan pijakan penanggalan bagian-bagian al-Quran oleh para sarjana muslim. Riwayat-riwayat ini biasanya mengungkapkan bahwa bagian tertentu al-Quran diwahyukan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Jadi, surat 8, misalnya, dihubungkan dengan Perang Badr, surat 33 dengan Perang Khandaq, dan surat 48 dengan Perjanjian Hudaibiyah. Riwayat-riwayat semacam ini memang merupakan data historis yang amat membantu penanggalan al-Quran, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan umumnya bertalian dengan wahyu-wahyu periode Madinah.

      Sementara riwayat-riwayat yang bertalian dengan wahyu-wahyu periode Makkah, selain jumlahnya tidak begitu banyak, secara historis data tersebut juga sangat meragukan dan umumnya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak begitu penting serta tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya. Contohnya adalah 80:1-10. Bagian al-Quran ini dikatakan diwahyukan ketika seorang buta bernama Abd Allah ibn Umm Maktum menemui Nabi yang tengah berbincang-bincang dengan beberapa pemuka suku Quraisy yang diharap dapat dibujuknya.

      Dalam tradisi kesarjanaan Islam, riwayat-riwayat semacam ini dikatakan membahas “sebab-sebab pewahyuan” (asbãb al-nuzûl). Suatu karya standar yang berupaya menghimpunnya disusun al-Wahidi (w. 1075) dengan judul senada. Sementara karya yang bersifat suplementer terhadapnya disusun Jalaluddin al-Suyuthi, Lubãb al-Nuqûl.

      Sayangnya, bahan-bahan tradisional ini memiliki sejumlah cacat mendasar. Pertama, bahan-bahan itu tidak lengkap dan hanya menentukan sebab-sebab pewahyuan sejumlah bagian al-Quran yang relatif sedikit. Lebih jauh, bahan yang serba sedikit itu sangat rentan terhadap kritik, bahkan pada tingkatan kritik sanad. Demikian juga, kebanyakan sebab pewahyuan yang dikemukakan hanya merupakan peristiwa-peristiwa tidak penting dan tidak diketahui kapan terjadinya, seperti kisah Umm Maktum di atas. Terakhir, terdapat banyak inkonsistensi di dalam bahan-bahan tersebut. Biasanya dikatakan bahwa bagian al-Quran yang pertama kali diwahyukan kepada Nabi adalah permulaan surat al-Alaq (96:1-5). Tetapi, riwayat lain menyebutkan bahwa wahyu pertama adalah bagian awal surat al-Muddatstsir (74:1-5) atau surat al-Fãtihah (1:1-7). Untuk mengharmoniskan riwayat-riwayat ini, muncul kisah yang mengungkapkan bahwa permulaan surat 74 merupakan wahyu pertama setelah masa terputusnya wahyu (fatratu-l-wahy) dan surat 1 merupakan surat pertama yang disampaikan secara utuh.

      Demikian pula, terdapat beberapa versi riwayat tentang wahyu terakhir. Salah satunya mengungkapkan bahwa wahyu terakhir yang diterima Nabi adalah 2:281. Sementara versi lain menyatakan wahyu terakhir adalah 2:282 atau 2:278. Ada juga riwayat yang menegaskan bahwa 5:3 merupakan wahyu terakhir.

      Di samping bahan-bahan tradisional di atas, al-Quran juga memuat sejumlah data yang dapat membantu upaya penanggalannya. Secara umum dapat dikemukakan bahwa rujukan jenis ini yang berasal dari masa Makkah relatif sangat sedikit dan tidak banyak membantu penanggalan. Contohnya adalah 30:2-5, yang menyebutkan kekalahan Bizantium dari Persia. Bagian ini barangkali merujuk kepada peristiwa jatuhnya kota Yerusalem ke tangan Persia pada 614. Demikian pula, surat 105 berkaitan dengan suatu ekspedisi militer terhadap kota Makkah yang dilakukan Raja Yaman, Abrahah, pada pertengahan abad ke-6.

      Berbeda dari masa Makkah, rujukan-rujukan historis yang berasal dari masa Madinah bisa diberi penanggalan lebih akurat berdasarkan sumber-sumber lain. Contohnya adalah Perang Badr (624) disebut dalam 3:123, Perang Hunain (630) dalam 9:25, perubahan kiblat dari Yerusalem ke Makkah di penghujung 623 atau awal 624 dalam 2:142-150, penetapan ibadah haji dan ritus-ritusnya di sekitar 624 dalam 2:158,159; 5:95 ff.; dan lain-lain. Di samping itu, anak angkat Nabi, Zayd ibn Haritsah (w. 629), disebut namanya dalam 33:37 sehubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi pada 627. Demikian pula, berbagai peristiwa lainnya disinggung, meskipun tidak diidentifikasi, seperti Perang Uhud (625) dalam 3:155-174; pengusiran suku Yahudi banu Nadzir (625) dalam 59:2-5; Perang Khandaq (627) dalam 33:9-27; ekspedisi ke Khaybar (628) dalam 48:15-19; ekspedisi ke Tabuk (630) dalam 9:29-35; dan lainnya. Tetapi, sebagaimana dengan periode Makkah, rujukan-rujukan historis yang berasal dari periode Madinah jumlahnya relatif sedikit.

      Di samping kedua pijakan penanggalan di atas, dalam khazanah Islam juga terdapat sejumlah riwayat dari masa sangat awal tentang susunan kronologis surat-surat al-Quran. Tetapi, karakter utama riwayat-riwayat tersebut – yang hanya memperhatikan bagian awal surat-surat al-Quran untuk aransemen kronologisnya, tanpa menyinggung ayat-ayat berikutnya dalam suatu surat yang diintegrasikan ke dalam surat tersebut baik dari masa pewahyuan yang lebih awal atau belakangan – mengandung kelemahan sangat mendasar. Riwayat-riwayat ini juga bertentangan secara diametral dengan sumber-sumber lainnya – seperti riwayat asbãb al-nuzûl – yang menampakkan bagian-bagian pendek al-Quran sebagai unit orisinal wahyu.

      Berdasarkan berbagai pijakan itulah, di samping penelitian terhadap gaya bahasa al-Quran, para sarjana muslim membangun sistem penanggalan kitab suci Islam. Sistem penanggalan kesarjanaan muslim pada umumnya membagi pewahyuan al-Quran ke dalam dua periode utama: Makkiyah dan Madaniyah, dengan menjadikan peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah (622) sebagai titik peralihan antara kedua periode tersebut. Wahyu-wahyu yang diterima Nabi sebelum hijrah dikategorikan sebagai Makkiyah, dan yang diterima setelah hijrah sebagai Madaniyah.

      Kronologi al-Quran Kesarjanaan Islam
      Salah satu riwayat aransemen kronologis al-Quran yang paling berpengaruh di kalangan kaum muslimin adalah yang bersumber dari Ibn Abbas. Dalam riwayat ini, 85 surat al-Quran dikategorikan sebagai Makkiyah dan 28 surat lainnya sebagai Madaniyah. Surat 1 tidak terdapat di dalam aransemen tersebut.

      Susunan kronologis surat-surat Makkiyah menurut riwayat Ibn Abbas adalah sebagai berikut: 96; 68; 73; 74; 111; 81; 87; 92; 89; 93; 94; 103; 100; 108; 102; 107; 109; 105; 113; 114; 112; 53; 80; 97; 91; 85; 95; 106; 101; 75; 104; 77; 50; 90; 86; 54; 38; 7; 72; 36; 25; 35; 19; 20; 56; 26; 27; 28; 17; 10; 11; 12; 15; 6; 37; 31; 34; 39; 40; 41; 42; 43; 44; 45; 46; 51; 88; 18; 16; 71; 14; 21; 23; 32; 52; 67; 69; 70; 78; 79; 82; 84; 30; 29; dan 83. Sementara aransemen kronologis surat-surat Madaniyah adalah: 2; 8; 3; 33; 60; 4; 99; 57; 47; 13; 55; 76; 65; 98; 59; 110; 24; 22; 63; 58; 49; 66; 62; 64; 61; 48; 5; dan 9.

      Belakangan, riwayat susunan kronologis surat-surat al-Quran yang dinisbatkan kepada Ibn Abbas itu diterima secara luas dan diberi sanksi ortodoksi. Dengan sedikit perubahan, riwayat susunan kronologis tersebut diadopsi para penyunting al-Quran edisi standar Mesir (1923), dengan menetapkan 86 surat berasal dari masa sebelum hijrah (Makkiyah) – yakni dengan memasukkan surat 1 ke dalamnya – dan sisanya (28 surat) diklasifikasikan sebagai surat-surat Madaniyah. Dalam aransemen kronologis ini, sejumlah besar bahan-bahan tradisional – seperti sîrah, asbãb al-nuzûl, hadits dan lainnya – telah dieksploitasi untuk menetapkan penanggalan sejumlah besar ayat dalam surat-surat tertentu al-Quran.

      Susunan kronologis surat-surat al-Quran periode Makkah dalam al-Quran edisi standar Mesir adalah sebagai berikut: 96; 68 (17-33,48-50 Md.); 73 (10-11,20 Md); 74; 1; 111; 81; 87; 92; 89; 93; 94; 103; 100; 108; 102; 107; 109; 105; 113; 114; 112; 53; 80; 97; 91; 85; 95; 106; 101; 75; 104; 77 (48 Md.); 50 (38 Md.); 90; 86; 54 (54 -56 Md.); 38; 7 (163-170 Md.); 72; 36 (45 Md.); 25 (68-70 Md.); 35; 19 (58, 71 Md.); 20 (130-131 Md.); 56 (71-72 Md.); 26 (197, 224 -227 Md.); 27; 28 (52-55 Md, 85 waktu hijrah); 17 (26, 32-33, 57, 73-80 Md.); 10 (40, 94-96 Md.); 11 (12, 17, 114 Md.); 12 (1-3, 7 Md.); 15; 6 (20, 23, 91, 114, 141, 151-153 Md.); 37; 31 (27-29 Md.); 34 (6 Md.); 39 (52-54 Md.); 40 (56-57 Md.); 41; 42 (23-25, 27 Md.); 43 (54 Md.); 44; 45 (14 Md.); 46 (10, 15, 35 Md.); 51; 88; 18 (28, 83-101 Md.); 16 (126-128 Md.); 71; 14 (28-29 Md.); 21; 23; 32 (16-20 Md.); 52; 67; 69; 70; 78; 79; 82; 84; 30 (17 Md.); 29 (1-11 Md.); dan 83. Sementara susunan kronologis surat-surat periode Madinah adalah: 2 (281 belakangan); 8 (30-36 Mk.); 3; 33; 60; 4; 99; 57; 47 (13 waktu hijrah); 13; 55; 76; 65; 98; 59; 24; 22; 63; 58; 49; 66; 64; 61; 62; 48; 5; 9 (128-129 Mk.); dan 90. (Nomor di dalam tanda kurung menunjukkan nomor ayat, Md. = Madaniyah, Mk. = Makkiyah).

      Seperti terlihat, susunan surat-surat Makkiyah dalam sistem kronologi Mesir bisa dikatakan identik dengan riwayat yang bersumber dari Ibn Abbas, kecuali menyangkut penempatan surat 1 – yang tidak eksis dalam versi Ibn Abbas – di antara surat 74 dan surat 111. Sementara susunan kronologis surat-surat Madaniyah versi edisi Mesir menampakkan sejumlah perbedaan sekuensial dengan versi Ibn Abbas. Lebih dari separuh surat-surat Madaniyah pada permulaan daftar kronologi Mesir – mulai surat 2 sampai surat 59 – masih sejalan dengan riwayat kronologi Ibn Abbas. Setelah itu, surat 90 yang menyusuli surat 59 dalam rangkaian kronologis Ibn Abbas, dipindahtempatkan ke bagian paling akhir surat-surat Madaniyah. Tetapi, sekuensi surat-surat selanjutnya dalam kedua kronologi ini sebagian besarnya identik, kecuali surat 62 ditempatkan setelah surat 61. Berbagai perbedaan ini, sebagaimana telah dikemukakan, dapat dikembalikan kepada eksploitasi sumber-sumber klasik oleh para penyunting al-Quran edisi standar Mesir.

      Rangkaian kronologis surat-surat al-Quran yang diajukan para penyunting al-Quran edisi standar Mesir memiliki pengaruh yang cukup luas di dunia Islam. Hal ini disebabkan penerimaan mayoritas kaum Muslimin terhadap edisi standar al-Quran tersebut, yang memuat sistem penanggalan al-Quran dalam “mukadimah” setiap surat.

      Kronologi Noeldeke-Schwally
      Upaya penanggalan al-Quran, dalam kenyataannya, bukan merupakan bidang garap eksklusif kesarjanaan Islam. Sejak pertengahan abad ke-19, dunia kesarjanaan Barat juga mulai menaruh perhatian terhadapnya. Upaya merekonstruksi secara kronologis wahyu-wahyu al-Quran dilakukan para sarjana Barat dengan mengeksploitasi bahan-bahan tradisional Islam dan memperhatikan bukti-bukti internal al-Quran sendiri – yakni rujukan-rujukan historis di dalamnya, terutama selama periode Madinah dari karir kenabian Muhammad. Perhatian juga dipusatkan pada pertimbangan gaya al-Quran, perbendaharaan kata, dan semisalnya. Singkat kata, al-Quran telah menjadi sasaran penelitian yang cermat selaras dengan metode kritik sastera dan kritik sejarah modern. Hasilnya, muncul berbagai sistem penanggalan al-Quran berdasarkan asumsi-asumsi yang beragam.

      Salah satu aransemen kronologi al-Quran versi Barat yang terpopuler adalah yang diupayakan Theodor Noeldeke (w.1930) dan muridnya, Friedrich Schwally (w. 1919), dalam karya monumental mereka, Geschichte des Qorãns. Noeldeke dan Schwally, yang mengadopsi dan mengembangkan gagasan Gustav Weil, membagi pewahyuan al-Quran ke dalam empat periode: (i) Makkah pertama atau awal; (ii) Makkah kedua atau tengah; (iii) Makkah ketiga atau akhir; dan (iv) Madinah. Titik-titik peralihan untuk keempat periode ini adalah masa hijrah ke Abisinia (sekitar 615) untuk Makkah awal dan Makkah tengah, saat kembalinya Nabi dari Tha’if (620) untuk Makkah tengah dan Makkah akhir, serta peristiwa hijrah (September 622) untuk Makkah akhir dan Madinah.

      Menurut Noeldeke dan Schwally, surat-surat periode Makkah pertama cenderung pendek-pendek. Ayatnya juga pendek-pendek serta berima. Surat-surat sering diawali dengan ungkapan-ungkapan sumpah, serta bahasanya penuh dengan tamsilan dan keindahan puitis. Susunan kronologis surat-surat al-Quran periode ini adalah: 96 (9-11 belakangan); 74 (31-34, 41ff. Belakangan); 111; 106; 108; 104; 107; 102; 105 (6 Mk. Akhir); 92; 90; 94; 93; 97; 86; 91; 80; 68 (17 ff. Belakangan); 87; 95; 103 (3 Mk. Akhir); 85 (8-11 belakangan); 73; 101; 99; 82; 81; 53 (23, 26-32 belakangan); 84 (25 Mk. Akhir); 100; 79 (27-46 belakangan); 77; 78 (37 ff. Mk.Tengah); 88; 89; 75 (16-19?); 83); 69; 51 (24ff. belakangan); 52 (21,29ff. belakangan); 56 (75ff. belakangan); 70; 55 (8-9 belakangan); 112; 109; 113; 114); dan 1. (Nomor di dalam tanda kurung menunjukkan nomor ayat, Mk. = Makkiyah).

      Surat-surat periode kedua atau Makkah tengah lebih panjang dan lebih berbentuk prosa, tetapi tetap dengan kualitas puitis yang indah. Gayanya membentuk transisi antara surat-surat periode Makkah pertama dan ketiga. Tanda kemahakuasaan Tuhan dalam alam dan sifat-sifat Ilahi seperti rahmah (“kemahakasihan”) ditekankan, sementara Tuhan sendiri sering disebut sebagai al-rahmãn (“yang maha pengasih”). Deskripsi yang hidup tentang surga dan neraka diungkapkan, serta dalam periode inilah kisah-kisah umat nabi sebelum Muhammad yang diazab Tuhan diperkenalkan. Surat-surat periode kedua adalah: 54; 37; 71; 76; 44; 50; 20; 26; 15; 19 (35-40 belakangan); 38; 36; 43; 72; 67; 23; 21; 25 (64ff.?); 17; 27; dan 18. (Nomor di dalam tanda kurung menunjukkan nomor ayat).

      Surat-surat periode Makkah ketiga atau Makkah akhir lebih panjang dan lebih berbentuk prosa. Noeldeke-Schwally mengemukakan bahwa penggunaan al-rahmãn sebagai nama diri Tuhan berakhir pada periode ini, tetapi karakteristik-karakteristik periode kedua lainnya semakin mengental. Kisah-kisah kenabian dan pengazaban umat terdahulu dituturkan kembali secara lebih rinci. Susunan kronologis surat-surat al-Quran periode Makkah ketiga adalah sebagai berikut: 32; 41; 45; 16 (41f., 110-124 Md.); 30; 11; 14 (38 ff. Md.); 12; 40 (57 ff.?); 28; 39; 29 (1-11, 46 Md., 69 ?); 31 (14f. Md. 12f,16-19 belakangan 27-29Md.); 42; 10; 34; 35; 7 (157f.Md.); 46; 6; dan 13. (Nomor di dalam tanda kurung menunjukkan nomor ayat, Md. = Madaniyah).

      Sementara surat-surat periode keempat (Madaniyah) tidak memperlihatkan banyak perubahan gaya dari periode ketiga dibandingkan perubahan pokok bahasan. Perubahan ini terjadi dengan semakin meningkatnya kekuasaan politik Nabi dan perkembangan umum peristiwa-peristiwa di Madinah setelah hijrah. Pengakuan terhadap Nabi sebagai pemimpin masyarakat, membuat wahyu berisi hukum dan aturan kemasyarakatan. Tema dan istilah kunci baru turut membedakan surat-surat periode ini dari periode sebelumnya. Susunan kronologis surat-surat al-Quran dari periode Madinah adalah: 2; 98; 64; 62; 8; 47; 3; 61; 57; 4; 65; 59; 33; 63; 24; 58; 22; 48; 66; 60; 110; 49; 9; dan 5.

      Sistem penanggalan empat periode Barat di atas lebih merupakan varian yang agak terelaborasi dari sistem penanggalan Makkiyah-Madaniyah kesarjanaan Islam. Sistem Barat ini sangat bergantung pada penanggalan dan hal-hal yang bertalian dengan bentuk serta gaya yang dikembangkan sarjana Muslim. Sejumlah bahan tradisional menyangkut surat-surat tertentu al-Quran diterima sistem penanggalan empat periode Barat sebagai kebenaran historis. Tetapi, bahan-bahan tradisional lainnya, khususnya yang menyangkut periode Makkiyah, dipandang meragukan. Semetara analisis sastera terhadap kandungan surat-surat al-Quran untuk menetapkan penanggalan ayat-ayat di dalam suatu surat telah diaplikasikan secara luas dalam sistem Barat ini. Itulah sebabnya, timbul perbedaan yang cukup substantif antara sistem penanggalan yang dihasilkan kesarjanaan Islam dan sistem penanggalan empat periode Barat dalam susunan kronologis aktual surat-surat al-Quran.

      Untuk lebih jelasnya, silahkan download dan baca buku MEMBUMIKAN AL-QUR'AN Tulisan Dr. M. Quraish Shihab, atau baca ringkasan SEJARAH AL-QUR'AN seperti yang dikumpulkan di sini.


      [Sumber: Taufik Adnan Amal | Studi Al-Qur'an]

      Baca juga:







      Tidak ada komentar