Rekomendasi

ads header

Baru

Logical Fallacy


LOGICAL FALLACY atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Sesat-pikir, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan. Berikut adalah bebarapa jenis logical fallacy yang sering kita temui dalam berdialog, khususnya lintas agama:

1. Ad Hominem
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta/ reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya. Argumentum ad Hominem adalah bentuk argumen yang tidak ditujukan untuk menangkal argumen yang disampaikan oleh orang lain tetapi justru menuju pada pribadi si pemberi argumen itu sendiri. Argumen itu akan menjadi sesat-pikir ketika ia ditujukan menyerang pribadi lawan demi merusak argumen lawan. Kalimat populernya adalah: shoot the messenger, not the message.

Ada banyak bentuk ad hominem, namun yang paling umum dan dijadikan contoh di sini adalah ad hominem cercaan. Ad hominem termasuk dalah satu sesat-pikir yang paling sering dijumpai dalam debat dan diskusi politik, yang biasanya akan membawa topik ke dalam debat kusir yang tak ada ujung pangkal.

Catatan Tambahan: Ad hominem tidak sama dengan penghinaan, celaan, atau cercaan. Sejatinya, ad hominem ada dalam premis dan pengambilan kesimpulan berupa logika yang langsung mengarahkan argumennya pada seseorang dibalik suatu argumen. Dan tendensinya bisa saja bukan merupakan penghinaan, namun hanya mengkaitkan dua hal yang tidak berhubungan sama sekali. Sederhananya, bisa dikatakan ad hominem jika itu berupa premis dan kesimpulan, untuk menjatuhkan argumen lawan.

Contoh: Kepada anggota dewan yang terhormat, harus saya ingatkan bahwa ketika Bung anggota Fraksi Merdeka yang menanyai saya ini memegang jabatan, tingkat pengangguran berlipat ganda, inflasi terus-menerus melonjak, dan harga sembako naik drastis. Dan Bung ini masih berani menanyai saya tentang masa depan proyek sekolah gratis ini. (cara yang berbelit-belit untuk mengatakan “no comment”, namun juga sekaligus menyerang lawan)

2. Appeal to Ignorance [Argumentum ex silentio]
Menganggap suatu ketidaktahuan sebagai fakta atas sesuatu. Misalnya: Kita tidak memiliki bukti bahwa tidak ada kecurangan, maka berarti ada kecurangan. Padahal, ketidaktahuan akan sesuatu hal tidak menyatakan bahwa sesuatu itu ada atau pun tidak ada.

3. Appeal to Belief
Bila anda tidak memiliki kepercayaan, maka anda tidak akan mengerti. Bila seorang pendebat berdasarkan pada kepercayaan sebagai dasar dari argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi. Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan.

4. Argument from Authority [Argumentum ad verecundiam]
Menggunakan kata-kata “para ahli” atau membawa-bawa otoritas sebagai dasar dari argumen instead of menggunakan logic dan fakta untuk men-support argumen itu. Misalnya: Profesor Anu mengatakan bahwa teori ini adalah betul. Sesuatu tidak lantas menjadi benar hanya karena suatu otoritas mengatakan sesuatu hal. Bila pendebat memberikan testimoni dari seorang ahli, lihat apakah dilengkapi dengan alasan yang logis dan masuk akal, serta hati-hati terhadap keotentikan sumber dan evidence di belakangnya.

5. Argument from Adverse Consequences
Argumen bahwa pendapat lawan debat adalah salah, karena jika ia benar, akan terjadi hal-hal yang bruruk. Misalnya: Semua terdakwa pembunuhan terhadap istrinya di pengadilan haruslah bersalah, sebab jika tidak, maka suami2 akan terdorong untuk membunuh istrinya.

6. Menakut-nakuti [Argumentum ad Baculum]
Argumen yang didasarkan pada tekanan atau rasa takut. Misalnya: Bila Anda tidak percaya kepada hal ini, maka akan masuk neraka.

7. Argumentum ad Ignorantiam
Argumen yang mempelesetkan ketidaktahuan seseorang. Misalnya: Pernyataan bahwa saya pasti betul karena tidak ada yang pernah membuktikan salah.

8. Argumentum ad populum
Argumen yang digunakan untuk mendapatkan popularitas dengan menggunakan issue-issue yang sentimental daripada menggunakan fakta atau alasan. Misalnya: Tindakan dilakukan dengan tujuan ekonomi dan/atau kekuasaan, tetapi yang digemborkan malah issue SARA.

9. Bandwagon Fallacy
Menyimpulkan suatu idea adalah benar hanya karena banyak orang mempercayainya demikian. Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah membuktikan atau menyatakan fakta mengenai sesuatu. Misalnya: Sebagian besar orang percaya pada teori ini, maka teori ini pasti benar.

10. Begging the question
Mengantisipasi jawaban. Misalnya: Kita harus mendorong generasi muda kita untuk melaksanakan ritual kepercayaan ini untuk meningkatkan moralitasnya. Tetapi apakah ritual kepercayaan tersebut benar-benar menyebabkan pertumbuhan moral? Ataukah karena sebab yang lain?

11. Circular Reasoning [Petitio Principi]
Kesalahan dalam logika yang diakibatkan oleh repetisi dari penyataan dan kesimpulannya. Misalnya: Orang yang bisa masuk Universitas A pastilah orang yang pintar, sebab hanya orang pintar yang bisa masuk Univeristas A.

12. Confusion of Correlation and Causation
Misalnya: Mayoritas dari orang-orang sukses di dunia beragama A. Maka masuklah Agama A, Anda pasti sukses. Atau anak yang menonton acara kekerasan di TV cenderung untuk menjadi ganas ketika ia dewasa. Tetapi apakah program di TV itu menyebabkan kekerasan ataukah anak-anak yang berbakat ganas cenderung menonton acara kekerasan di TV?

13. Half Truths
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan menyembunyikan sebagian fakta atau kebenaran.

14. Communal Reinforcement
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui suatu pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas. Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak didukung oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan itu didukung oleh alasan yang reasonable.

15. Non-Sequitur
Nggak nyambung. Suatu kesimpulan yang diambil tidak didasarkan pada suatu premis atau pun evidence (fakta). Misalnya: Gunawan tinggal di dalam gedung yang besar. Kalau begitu apartemen Gunawan pasti besar.

16. Post Hoc, Ergo Propter Hoc
Itu terjadi sebelumnya, maka itu disebabkan olehnya. Semacam non-sequitur, tetapi berdasarkan waktu.
Misalnya: Seseorang menjadi sakit setelah pergi ke Tempat Ibadah Agama A, maka Tempat Ibadah Agama A adalah tempat iblis. Orang itu sembuh dari penyakitnya, setelah didoakan oleh orang-orang yang beragama B. Padahal sakitnya tidak disebabkan oleh sesuatu yang ada hubungannya dengan kepergiannya ke Tempat Ibadah Agama A. Demikian pula, sembuhnya tidak disebabkan oleh doa yang dilakukan orang-orang yang beragama B.

17. Red Herring
Sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian atau subyek pembicaraan. Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan argumen lawan, yang digunakan untuk mendistraksi atau mengalihkan perhatian orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang berbeda.

Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu ‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) atau terasi bagi orang Indonesia (meminjam istilah Herman Saksono), antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat atau audiens.

Contoh: Menurut Andi Polisi harusnya menindak tegas para aktivis lingkungan yang berdemo hingga menyebabkan macet di beberapa ruas jalan. Sementara kata Badu, "Anda merasa makin panas dan gerah saat macet kan? Kita harus peduli dengan isu global warming itu, bagaimana opini Anda?"  (Ketika Andi mengemukakan opininya tentang global warming, maka jatuhlah ia ke dalam topik baru!)

18. Statistic of Small Number
Satu kasus digunakan untuk menjudge keseluruhan. Hanya karena suatu kejadian, tidak dapat mewakili kemungkinan keseluruhannya. Misalnya: Setelah orang pindah ke agama A, hidupnya jadi menderita. Berarti agama A itu sesat.

19. Straw Man [Fallacy Of Extension]
Manusia jerami. Membuat suatu skenario yang salah image yang menyesatkan, kemudian menyerangnya.

20. Dua Salah Menjadi Benar [Tu Quoque, You Too]
Misalnya: Siapakah kamu yang mengatakan saya demikian apabila kamu juga begitu. Saya mencoba menjustify apa yang saya lakukan dengan melemparkan kesalahan yang sama pada Anda sebagai teman diskusi saya.

21. Observational Selection
Menggembar-gemborkan kejadian yang menguntungkan dan menutupi kejadian yang merugikan. Ketika ada orang yang sukses setelah orang itu pindah ke agama A, diadakan kesaksian yang disebarkan kemana-mana. Sedangkan kalo ada orang yang jatuh bangkrut setelah masuk Agama A, ditutup-tutupil

22. Perfect Solution Fallacy
Perfect Solution Fallacy adalah sesat-pikir yang terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap ada setelah solusi tersebut diterapkan.

Asumsinya, jika tidak ada solusi sempurna, tidak akan ada solusi yang bertahan lama secara politik setelah diimplementasi. Tetap saja, banyak orang tergiur oleh ide solusi sempurna, mungkin karena itu sangat mudah untuk dibayangkan.

Contoh: Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik. Pemerkosaan akan tetap terjadi (argumen yang tidak memperhatikan penurunan tingkat kriminalitas asusila).

23. False Dichotomy
False Dichotomy atau False Dilemma terjadi apabila argumen hanya melibatkan dua opsi, yang seringkali berupa dua titik ekstrim dari beberapa kemungkinan, di mana masih ada cara lain namun tidak disertakan ke dalam argumen. Biasanya sesat-pikir ini menyempitkan opsi menjadi dua saja, walaupun masih ada opsi lain. Bahkan kadang-kadang menyempitkan opsi menjadi satu, sehingga seolah-olah mau tidak mau harus menyetujuinya.

Contoh: Sistem pendidikan yang fraksi kami ajukan harus segera disahkan dan dilaksanakan, jika tidak, kemerosotan moral pasti akan menghinggapi generasi muda kita (opsi lainnya tidak disertakan sehingga membuat argumennya mau tidak mau harus disetujui).

24. Argumentum ad Novitam
Argumentum ad Novitam muncul ketika sesuatu hal yang baru dapat dikatakan benar dan lebih baik, dengan mengasumsikan penggunaan hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan zaman dan sama dengan kemajuan baru yang lebih baik. Sesat-pikir ini selalu menjual kata ‘baru’, dengan menyerang suatu hal yang lama sebagai hal yang gagal dan harus diganti dengan yang lebih baru.

Contoh: Mengganti golongan tua dengan golongan muda serta wajah baru di parlemen akan membuat negara ini lebih baik.


[Sumber: numanali.blog | Islam Menjawab Fitnah]

Tidak ada komentar