Al-Qur'an, Tentang Surah An-Nahl: 68-69
Bismillahirrohmanirrohim...
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (٦٨)
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (Q.S. An-Nahl : 68-69)
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan…”
Lebah makan buah? Bukankah yang dimakan oleh lebah itu sari bunga, bukan buah? Yang bener yang mana neh, Alqur’an atau guru Biologi?
“Pertanyaan” ini sering diajukan oleh non-muslim, bukan pertanyaan ingin tahu sebenarnya, sebuah keheranan dari seorang non-muslim dalam membaca ayat tersebut… Yang kemudian dikemukakan dengan maksud untuk memojokkan Al-Qur`an. Rasa heran yang sama bisa saja menghinggapi siapa saja, bahkan juga seorang Muslim. Karena ketidak fahaman terhadap bahasa Al-Qur`an, tidak mustahil kemudian memicu sebuah anggapan bahwa Al-Qur`an aneh, bahasanya rancu, dan lain sebagainya
Keheranan tersebut tidak akan muncul seandainya dia memahami Bahasa Arab dan sastranya, yang mana dengannya Al-Qur`an diturunkan. Bahkan akan berganti dengan kekaguman akan keindahan susunan bahasanya.
Jika dibahas dari segi sastra Arab (Ilmu Balaghah), lafaz ayat tersebut termasuk Mujaz Mursal. Majaz Mursal adalah sebuah perkataan yang dipergunakan bukan pada maknanya yang sesungguhnya, karena adanya ‘alaqah (hubungan) antara kata yang dilafazkan tersebut dengan makna yang dikehendaki, yang mana ‘alaqahnya tersebut bukan (perumpamaan), serta adanya musyabbahahqarinah (indikasi) yang menghalangi kata tersebut difahami secara maknanya yang asli.
Qarinah (indikasi, yang menghalangi makna kata tersebut difahami secara hakiki) ada dua macam: lafziyyah (secara lafaz) dan haliyah (hal yang dapat difahami dari konteks kalimat). Dalam lafaz ayat tersebut, qarinahnya adalah lafziyyah, yaitu lafaz “dari tiap-tiap (macam) buah-buahan”. Suatu hal yang mustahil lebah makan buah. Semua akal sehat menyatakan demikian.
Mustahil lebah makan buah. Lebah tidak makan buah, tapi yang dimakan oleh lebah adalah saripati bunga sebelum menjadi buah. Selain memakan saripati bunga, lebah juga membantu penyerbukan pada bunga tersebut sehingga bisa menghasilkan buah. Disebabkan karena proses tersebut, maka terjadilah pembuahan. Berbagai macam buah-buahan disebabkan oleh karena terjadinya proses tersebut, maka ‘alaqah dalam lafaz ayat ini adalah sababiyah (hubungan sebab-akibat).
Dari sini dapat difahmai, makna lafaz ayat tersebut:
"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) saripati bunga. Dengan begitu terjadilah penyerbukkan dan membuahkankan aneka macam buah-buahan (yang bisa dimanfaatkan oleh manusia)…”
"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) saripati bunga. Dengan begitu terjadilah penyerbukkan dan membuahkankan aneka macam buah-buahan (yang bisa dimanfaatkan oleh manusia)…”
Di antara ayat lain yang diungkapkan dalam bentuk yang demikian adalah Q.S. Al-Mu’min (40) ayat 13:
“Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).”
Lalu kenapa diungkapkan dengan uslub (susunan bahasa) yang demikian? Dari sisi balaghah al-kalam (keindahan susunan kalimat):
Jika kita perhatikan, pengungkapan kalimat dengan Majaz biasanya menyebabkan pengungkapan kata menjadi lebih I’jaz (kalimatnya ringkas namun maknanya dalam dan panjang bila diuraikan).
Manifestasi balaghah lain yang terdapat dalam penggunaan majaz ini adalah kelihaian dalam memilih ‘alaqah antara makna hakiki dan makna majazi, sehingga majaz dapat memberikan gambaran makna yang dimaksud dengan gambaran yang sebaik-baiknya.
Apabila dicermati lebih jauh, bentuk Majaz selalu bombastis, indah dan mendatangkan pengaruh dalam jiwa serta menarik jiwa untuk menghayati dan akal untuk memikirkan.
Secara makna, kita bisa mengambil ibrah dari lafaz ayat yang ringkas tersebut:
Menerangkan salah satu proses penyerbukan tanaman, yaitu melalui bantuan hewan penghisap saripati bunga, yang diantaranya adalah lebah (dalam ayat lain di Q.S.15:22 diterangkan juga dengan bantuan angin), dan semua itu adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan.
Ayat tersebut menerangkan tentang nikmat Allah yang diberikan kepada manusia melalui lebah. Yang nampak secara lahiriyah (dan diwujudkan dengan ungkapan yang dzahir) adalah nikmat berupa madu yang berfungsi untuk keperluan konsumtif dan obat. Namun ada nikmat lain melalui lebah yang tidak kalah pentingnya namun kadang dilupakan orang karena ketersembunyinya (tidak nampak), yaitu membantu proses penyerbukkan bunga hingga menjadi buah yang bisa dinikmati oleh manusia.
Ayat tersebut juga menerangkan hukum sebab-akibat, yaitu penyerbukkan terjadi disebabkan oleh lebah. Namun jangan kemudian menyembah dan menuhankan hukum sebab-akibat serta melupakan bahwa Allah-lah pencipta dan yang menetapkan hukum tersebut. Lebah tetap berada dibawah perintah dan kendali Allah, maka janganlah sombong dan kufur terhadap nikmat Allah, sebab tidak sedikit kaum materialis yang terjebak pada menuhankan hukum sebab akibat ini.
Ungkapan seperti itu mungkin juga ada dalam bahasa lain, walau mungkin tidak diakui sebagai sebuah keindahan bahasa, bahkan mungkin akan dianggap sebagai sebuah kesalahan tata bahasa. Umpamanya ungkapan “jasa guru sangat besar dalam mendidik para sarjana”. Maksudnya tentu bukan para sarjana yang dididik, namun mendidik murid-murid mulai TK hingga perguruan tinggi, sehingga akhirnya melahirkan para sarjana.
Ungkapan kalimat seperti diungkapkan dalam ayat tersebut adalah hal yang biasa dalam ungkapan Bahasa Arab, bahkan terdapat keindahan dalam pengungkapan kalimat seperti itu dalam dzauq (cita rasa) Bahasa Arab. Dan Al-Qur`an diturunkan dalam Bahasa Arab, maka cita rasa bahasanya hanya dapat dipahami dan dihayati bila memahami Bahasa Arab.
Dua ayat yang mulia (QS.An-Nahl:68-69) ini menjelaskan kepada kita penjelasan yang detail dan ilmiah yang diungkap oleh ilmu pengetahuan modern tentang cara hidup jenis serangga ini yang aturan yang sangat unik, yang kita hanya sanggup berkata:"Mahasuci Allah Sebaik-baik Pencipta." Dan berikut ini beberapa sisi dari ungkapan Al-Qur'an yang indah yang sejalan dan memiliki kesesuaian secara sempurna dengan apa yang dibuktikan oleh sains modern berdasarkan observasi yang cermat dan alat-alat teknik modern.
Kata lebah dalam ayat yang mulia di atas menunjukkan kata feminine (betina) yaitu dari firman-Nya:(اتَّخِذِي، كُلِي، فَاسْلُكِي، بُطُونِهَا) {buatlah (sarang-sarang), makanlah, tempuhlah (jalan Tuhanmu), perut mereka}, padahal dalam bahasa Arab dia adalah maskulin (jantan), yang mana kita mengatakan هذا النحل/ini lebah, bukan هذه النحل sama persis dengan kata النمل/semut, dan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
" يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ"
”Hai semut-semut (jantan), masuklah ke dalam sarang-sarang kalian.” (QS. An-Naml: 18)
Maka kata an-Naml (semut) dalam ayat di atas datang dengan lafazh maskulin (menunjukkan jantan), tidak dengan lafazh feminin sebagaimana dalam kasus lebah. Akan tetapi firman Allah menggunakan bahasa Arab yang jelas (benar), maka bagaimana hal seperti ini bisa benar?
Wahyu Ilahi ini ditujukkan kepada sekelompok lebah yang ada di dalam sarang lebah, tugas mereka adalah mendeteksi dan mencari segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sarang lebah. Kelompok ini disebut kelompok lebah betina (reagent), dan mereka adalah lebah-lebah betina bukan jantan, bahkan semua pekerjaan di dalam dan di luar sarang lebah hanya dilakukan betina bukan jantan. Peran lebah jantan hanya sebatas untuk mengawini lebah ratu. Dan bahkan terkadang sarang lebah mengeluarkan lebah-lebah jantan keluar sarang setelah sayap mereka dirobek untuk memastikan tidak kembalinya mereka ke sarang. Hal itu terjadi dalam kondisi krisis pangan, dalam rangka untuk menjaga keberlangsungan sarang. Oleh sebab itu lafazh-lafzah lebah dalam ayat ini menggunakan lafazh feminin (betina) cocok/sejalan dengan apa yang ditetapkan oleh ilmu pengetahuan (sains) modern, bertentangan dengan apa yang biasa digunakan oleh bangsa Arab. Sehingga dengan demikian kita mengetahui bahwa Firman Allah berlaku/cocok untuk semua tempat dan waktu.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ 68
”Di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (QS. An-Nahl: 68)
Huruf jar (preposisi) "من"/dari lebih baik dan lebih akurat maknanya dibandingkan dengan huruf jar (preposisi) "في"/di untuk mengungkapkan makna bagian, cara dan tempat. Maka lebah-lebah tersebut memanfaatkan sebagian tempat di sekeliling sarang sebagai benteng untuk melindunginya dari kerasnya lingkungan yang mengelilinginya, dan di atasnyalah lebah-lebah itu membangun sarangnya. Lafazh "من"/dari gunung memberikan faedah bahwa tempat tinggal mereka adalah pegunungan dan tempat tinggal mereka ini berasal dari tanah pegunungan. Dan ini adalah apa yang dilakukan oleh lebah sebenarnya, akam tetapi preposisi "في"/di hanya memberikan faedah tempat saja (bahwa tempat tinggal mereka adalah pegunungan).
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
”Dan dari tempat-tempat yang dibuat/dibangun oleh manusia."
Maknanya mencakup batang-batang pohon yang di lubangi, dan lubang-lubang dari lumpur yang telah dikenal pada saat turunnya al-Quran waktu kita sekarang ini. Dan itu adalah satu-satunya tempat yang dibuat oleh manusia untuk lebah pada zaman tersebut. Dan ditambah pula dengan sarang-sarang dari kayu dengan bentuk-bentuk yang berbeda yang di dalamnya ada sekat-sekat baru dikenal manusia baru-baru ini, setelah ditemukan oleh manusia bahwa lebah-lebah itu membutuhkan celah yang ideal untuk mereka lewati di antara sel-sel madu.
Kata “yang dibuat/dibangun oleh manusia” meliputi semua jenis sarang, baik modern dan klasik. Dan seandainya al-Qur’an bukan dari sisi Allah tentu akan datang dengan lafazh yang berbeda dengan lafazh ini, misalnya, "dari tempat-tempat (lumpur) yang dibentuk oleh manusia " seperti yang dikenal pada saat turunnya ayat ini berupa silinder tanah liat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
”Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan.” (QS. An-Nahl: 69)
Huruf jar (preposisi) "ثم"/kemudian, menunjukkan makna urutan, dan jeda dalam rangkaian peristiwa yang dialami oleh lebah, sebagaimana yang ditelah dijelaskan, yaitu membangun rumah dan memakan buah-buahan. Dan ini benar-benar cocok sekali dengan kenyataan yang ada.
Maka setelah sekelompok lebah benar-benar mapan di tempat tinggalnya yang baru, mereka akan tinggal beberapa waktu di tempat tersebut, kadang lama dan kadang sebentar, mereka tidak langsung melakukan aktivitas mereka seperti biasa sampai mereka yakin keamanan/keselamatan tempat tinggal mereka. Kemudian barulah mereka memulai kehidupan normal mereka yaitu mengumpulkan nektar dan pembuatan madu.
Kata " كُلِي"/makanlah kelihatannya aneh, karena yang terlintas dalam benak kita ketika menyebutkan lebah adalah madu, dan madu itu diminum, dan ia dibuat oleh lebah dari sari bunga yang ia berbentuk cairan!
Akan tetapi maknanya tidaklah demikian, melainkan sebagaimana yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern, bahwa lebah makan dan minum (memiliki bagian-bagian mulut pemakan dan pengisap). Dan ia memakan serbuk sari (sumber protein untuk lebah) yang dikumpulkan dari bunga, dan ia meminum nektar (sumber karbohidrat). Oleh karena itu kata " كُلِي"/makanlah digandengkan dengan kata buah-buahan dan buah berasal dari serbuk sari buah yang dimakan oleh lebah!
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
” Dari tiap-tiap (macam) buah-buahan.” (QS. An-Nahl: 69)
Menunjukkan keumuman segala macam buah-buahan, tanpa terkecuali. Tidak ada satupun buah melainkan ia memiliki serbuk sari dan tidak ada satupun serbuk sari melainkan pasti lebah akan memakannya. Seandainya al-Qur’an bukan dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala tentu ayatnya akan mengatakan, misalnya ”buah-buahan yang manis” atau bahkan tidak disebutkan kata buah-buahan sama sekali, karena hal itu baru diungkap oleh setelah ditemukannya mikroskop dan alat-alat penelitian lainnya.
Akan tetapi Dialah Sang Pencipta, Dia yang berfirman di dalam al-Qur’an ini. Dan datang lafazh "مِنْ كُلِّ"/dari tiap-tiap untuk menunjukkan sebagian, yaitu sebagian dari satu pohon, maksudnya lebah tidaklah memakan satu pohon keseluruhan, akan tetapi ia memakan sebagian dari pohon, dan di sisi lain ia memakan seluruh jenis/macam pohon, bukan pohon-pohon yang berbuah manis saja.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا
”Maka tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS. An-Nahl: 69)
Huruf Fa’ menunjukkan tertib (urutan) dan kesegeraan (tidak ada jeda antara dua perbuatan), karena lebah pada waktu-waktu ini (setelah memakan sari bunga dari buah-buahan), ia tidak terlambat untuk pulang ke sarangnya, akan tetapi mereka bersegera pulang. Dan mereka bersegera melakukan akifitasnya untuk mengisi sarangnya dengan apa yang ia kumpulkan, supaya mereka bisa kembali lagi untuk mengumpulkan sari bunga lalu kemudian diisikan kembali ke sarangnya, dan hal itu berlangsung terus sampai habs waktu siang hari.
”Maka tempuhlah jalan” kalimat ini menunjukkan bahwa lebah memiliki rute/jalur yang telah ditentukan, seperti rute khusus untuk pesawat terbang, dan ini adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan modern, bahwa lebah terkadang terbang dengan jarak yang jauh dari sarangnya, dan terkadamh sampai sejauh tiga kilometer. Dan supaya mereka tidak tersesat untuk pulang mereka menjadikan matahari sebagai tanda di udara untuk menentukan arah, di samping mareka menggunakan aroma-aroma bunga untuk membantu mereka untuk mengidentifikasi tren serta beberapa jenis aroma yang dikeluarkan oleh tanaman bunga (sebagai tanda di bumi). Dan dengan demikian maka lebah memiliki cara dan jalan tersendiri, antara sarang dan lokasi aktifitasnya (tempat mencari sari bunga), maka mereka tidak akan pernah salah untuk menempuh tujuannya.
Kemudian mereka mempersalahkan kalimat ini:
“Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia”
Pertanyaan:
1. Apa benar madu berasal dari perut lebah??
Jawaban:
Sering terjadi kesalahpahaman di masyarakat seolah madu adalah kotoran lebah karena berasal dari perut lebah. Madu bukanlah kotoran lebah meskipun dalam prosesnya melalui perut lebah. Madu ditempatkan di tempat khusus dalam perut lebah yang disebut perut madu (honey stomach, honey sac atau crop) yang terpisah dari perut besar lebah (large intestine atau stomach). Honey sac yang berada di perut lebah sebenarnya lebih merupakan tempat penyimpanan khusus untuk madu selama perjalanan lebah pekerja dari tempat pengambilan nectar sampai ke sarangnya. Di dalam perut madu tersebutlah proses penguraian gula komplek (disakarida) diubah menjadi gula sederhana atau monosakarida. Selanjutnya nectar mengalami proses fisika dan kimia sekaligus selama perjalanannya di perut lebah dan dilanjutkan di sarang lebah. Jadi tidak ada yg salah dengan pernyataan madu berasal dari perut lebah.
2. Apa benar Madu bisa menyembuhkan semua penyakit? Kok bertentangan dengan kenyataan ya, tidak semua penyakit bisa disembuhkan dengan madu
Jawaban:
Ayat diatas tidak mengatakan:" fiiha asy-syifaa linnaas" (dengan bentuk ma'rifat dengan kata syifaa), karena jika demikian maka maknanya madu itu mengobati segala penyakit manusia. namun tidak demikian, yang dikatakan adalah:"fiiha syifaa'un linnaas", dengan bentuk nakirah, yang artinya bahwa madu itu memiliki faktor yang dapat menyembuhkan penyakit manusia, bukan semua penyakit.
Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa didalam unsur madu terdapat obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Pembahasannya tentu akan melebar jika seluruh penyakit yang dapat diobati dengan madu disebutkan semuanya. Berikut saya paparkan sebagian khasiat madu sebagai obat:
Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran, madu adalah “obat bagi manusia”.
Fakta ilmiah ini telah dibenarkan oleh para ilmuwan yang bertemu pada Konferensi Apikultur Sedunia (World Apiculture Conference) yang diselenggarakan pada tanggal 20-26 September 1993 di Cina.
Konferensi tersebut membahas pengobatan dengan menggunakan ramuan yang berasal dari madu. Seorang dokter Rumania mengatakan bahwa ia mengujikan madu untuk pengobatan pasien katarak, dan 2002 dari 2094 pasiennya sembuh total. Para dokter Polandia juga menyatakan dalam konferensi tersebut bahwa resin lebah dapat membantu penyembuhan banyak penyakit seperti wasir, masalah kulit, penyakit ginekologis, dan berbagai penyakit lainnya.
Contoh manfaat madu dalam dunia medis meliputi: menguatkan otot jantung, sehingga digunakan juga pada kasus nyeri dada akibat serangan jantung (angina pectoris) dan setelah operasi jantung; menangkal reaksi garam makanan, sehingga digunakan pada kasus tekanan darah tinggi; untuk masalah THT dan pernafasan, madu dapat meredakan hidung tersumbat, nyeri tenggorok termasuk tonsilitis, batuk, menghilangkan dahak; untuk pencernaan, madu digunakan dalam mengatasi gangguan pencernaan akibat kurangnya enzim pencernaan, madu juga dapat menyembuhkan luka (tukak) lambung dan usus 12 jari, menguatkan hati, menghancurkan batu empedu, terutama jika ditambah royal jelly dan bee pollen; madu juga baik untuk pasien neurosis seperti depresi ditandai berkurangnya tremor (buyuten) dan jantung berdebar, pasien psikotik seperti schizofrenia, kecanduan alkohol dan morfin, insomnia; memelihara kesehatan saluran kemih, mulut dan kulit, dan masih banyak lagi.
Sindrom dalam TCM yang bisa ditangani:
Madu mempunyai rasa yang manis dan sifatnya hangat. Dari rasa dan sifat inilah madu akan memperbaiki pencernaan. Karena organ limpa/pencernaan membutuhkan rasa manis dan menyukai yang hangat. Sindrom dalam TCM ( Saya sampaikan yang umum saja ) yang bisa ditangani dengan madu adalah:
Sindrom Dingin
Sindrom ini bersifat Yin, disebabkan oleh serangan faktor patogen dingin atau kelemahan Yang organ tubuh akibat penyekit kronis. Manifestasi klinis yang muncul adalah takut dingin, suka hangat, nafsu makan berkurang, tidak haus, wajah pucat, ekstremitas dingin, urine banyak dan jernih, feses lembek, diare, dahak encer, lidah pucat dengan lapisan putih serta nadi lamban dan tegang.
Sindrom Kelemahan Qi
Sindrom ini ditandai oleh kelemahan Qi organ tubuh, pada umumnya disebabkan oleh penyakit kronis yang melemahkan organ tubuh atau usia lanjut. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada organ yang tersangkut. Beberapa diantaranya kelelahan, badan lemas, batuk, sesak napas, pusing, berkeringat spontan, daya pertahanan lemah, nafsu makan berkurang, diare, urine berlebihan, lidah pucat dengan lapisan putih, dan nadi lemah.
Sindrom kelemahan Yang
Sindrom ini bersifat dingin-lembab, pada umumnya disebabkan oleh penyakit kronis yang telah melemahkan Yang organ tubuh. Yang bersifat panas dan kering. Yang yang lemah tidak sanggup mengendalikan Yin yang bersifat dingin dan lembab. Manifestasi klinis tergantung dari organ yang terserang. Beberapa diantaranya yaitu wajah pucat, bibir dan lidah pucat, tidak haus, keringat dingin muncul secara spontan, pusing, nafsu makan berkurang, lesu, lemah, badan dingin, takut dingin, urine jernih, feses lembek, impotensi, menstruasi tidak teratur, edema, lidah pucat dengan lapisan putih, nadi lemah.
Sindrom Kekurangan Darah
Sindrom ini ditandai oleh kekurangan darah, pada umumnya disebabkan oleh penyakit kronis, kelemahan Qi-limpa dan perdarahan.
Manifestasi klinis tergantung dari organ yang tersangkut. Beberapa yang sering madalah muka pucat (tidak cemerlang), pusing, pening,palpitasi, insomnia, badan lemas, kelelahan, menstruasi lemah, lidah pucat dengan lapisan putih, dan nadi lemah.
Sejak jutaan tahun yang lalu lebah telah menghasilkan madu. Satu-satunya alasan mengapa binatang yang melakukan segala perhitungan secara terinci ini memproduksi madu secara berlebihan adalah agar manusia dapat memperoleh manfaat dari madu yang mengandung “obat bagi manusia” tersebut. Allah menyatakan tugas lebah ini dalam Al-Qur’an, “kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (QS. An Nahl: 69)
Jelaslah bahwa madu, yang diproduksi jauh melebihi jumlah kebutuhan lebah (sepuluh kali lebih banyak dari yang mereka butuhkan), dibuat untuk kepentingan manusia. Dan telah jelas pula bahwa lebah tidak dapat melakukan tugas-tugas yang sedemikian sulit “dengan sendirinya”. Dan semoga kita dapat berguru pada lebah.
Ingat pula bahwa Rasulullah telah bersabda, “Kesembuhan itu terdapat pada tiga hal, yakni minum madu, sayatan alat bekam, dan kay dengan api. Sesungguhnya aku melarang umatku dari kay.” [Shohihul Bukhori, Ath-Thibb, Juz I]
Subhanallah, tanpa bukti inipun kami percaya kepada firmanMu ya Allah; kami percaya kepada sabda rasul-Mu, bukti ilmiah ini hanya sebagai tambahan ilmu bagi kami dan hujjah untuk menjelaskan kepada orang yang belum yakin akan kebenaran firmanMu.
Dan telah terbukti madu itu dapat memperkuat sistem imun pada manusia. Dan sistem imun itu dapat membuat manusia tidak rentan terhadap penyakit, atau jika seseorang sudah terserang penyakit maka sistem imun itu akan menjadi penangkal yang tangguh untuk menyembuhkannya. Jadi sama sekali tidak ada yang salah dengan kalimat: “di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia"
Sementara itu, sepertinya mereka itu tidak berkaca pada Kitab Suci mereka, yang mana terdapat ucapan yang lebih aneh lagi, yang mengatakan:
MARKUS 16:16-18
(16) Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.
(17) Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka,
(18) mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh."
Apakah ada yang dapat membuktikan hal tersebut? Apa benar hanya cukup dengan percaya pada Yesus maka orang tidak akan mati walaupun digigit ular atau minum racun. Faktanya para Pendeta bahkan Paus sendiri tidak akan berani membuktikan iman dengan memegang ular dan meminum racun. Begitu juga dengan meletakkan tangan diatas orang sakit lalu penyakitnya akan sembuh? Apabila benar seperti itu, maka manusia tentunya tidak butuh lagi obat-obatan ataupun operasi.
Tidak mengherankan bila orang-orang non Islam tersebut terheran-heran dengan susunan bahasa Al-Qur`an, karena mereka memang tidak memahami Bahasa Arab. Terlebih lagi, Kitab Suci mereka sudah kehilangan keistimewaan ini (tertulis dalam bahasa asli, sehingga jika ada salah penafsiran makna maka dapat diselidiki lagi berdasarkan kaidah bahasa aslinya). Ketika mereka ditanya “Bagaimana metode memahami Kitab Suci anda?”, mereka akan bingung dan keluarlah jurus andalan “dengan bimbingan Roh Kudus”.
Ini hanyalah sedikit dari sekian banyak keindahan bahasa Al-Qur`an. Sebuah bukti kemu’jizatan Al-Qur`an yang abadi. Tidak jarang orang-orang kafir yang berupaya menghujat Al-Qur`an justru bertekuk lutut karenanya, diantaranya adalah Dr. Ibrahim Khalil Ahmad, seorang mantan tokoh Kristen di Mesir.
Semoga kita bisa lebih menghayati dan mengamalkan Al-Qur`an.
[Sumber: Menjawab Berbagai Fitnah FaithFreedom]
[Sumber: Menjawab Berbagai Fitnah FaithFreedom]
Tidak ada komentar