Rekomendasi

ads header

Baru

Arti "Mati" Menurut Ajaran Islam



BANYAK ORANG yang mengira bahwa mati -- apalagi kehidupan setelah mati -- adalah suatu hal yang misterius, ghaib, dan tidak diketahui oleh siapa pun sebelum ia sendiri mati.

Mati seolah-olah dianggap sebagai sesuatu kejadian yang betul-betul berada di luar pengetahuan manusia, sehingga suatu ketika seorang debater kristen pernah mempertanyakan kebenaran dalil shahih dalam ajaran Islam yang menyebutkan, atau tepatnya MEMASTIKAN, benarkah semua ciptaan Allah akan mati untuk kemudian 'dibangkitkan' hidup kembali?

Seperti kebanyakan orang, nampaknya debater kristen ini pun termasuk yang belum mengetahui bahwa di dalam ajaran Islam, mati -- dan kehidupan setelah mati -- sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sangat jelas bagi setiap muslim sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Rasulullah saw. 

Definisi Mati
Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad. Menurut ilmu kedokteran, seseorang dikatakan mati jika jantungnya sudah tidak berdenyut lagi dan seluruh kegiatan otaknya juga sudah berhenti.

Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad -- kebalikan dari hidup, yaitu bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada di alam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka di alam Ruh dan berfirman:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (QS. Al-A’raaf 172)

Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin di dalam rahim seorang ibu. Ketika usia janin mencapai 120 hari, Allah meniupkan Ruh yang tersimpan di alam Ruh itu ke dalam Rahim ibu. Tiba-tiba saja janin itu pun hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung sang janin. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali. Selanjutnya ia akan lahir ke dunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, remaja, dewasa, tua, hingga akhirnya datanglah saat untuk berpisah kembali dengan tubuh tersebut.

Ketika sampai waktu yang ditetapkan oleh Allah, maka atas kehendak dan izin-Nya, malaikat maut Izrail, akan mencabut (mengeluarkan) Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya.

Alam Barzah
Allah menyimpan Ruh di alam barzakh, dan jasad yang akan hancur dikuburkan di dalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang utuh kembali, kemudian meniupkan Ruh yang berada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru diciptakan sebagaimana disebutkan dalam surat Yasin

[51] Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.
[52] Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). 

Hari Pembalasan
Itulah saat kehidupan yang kedua kalinya, kehidupan yang abadi dan tidak akan ada lagi kematian sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah mengabaikan peringatan Allah. Saat itulah mereka melihat sendiri akibat dari perbuatan mereka selama hidup yang pertama di dunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali ke dunia untuk berbuat amal soleh, amal-amal yang berbeda dengan apa yang telah mereka kerjakan sebelumnya sebagaimana digambarkan antara lain:

Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?" (QS. Ghafir 11)

Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”. (QS. As-Sajadah 12)

Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang abadi dan tak terbatas. Proses ini juga disebutkan Allah dalam surat Al Baqaqrah:

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (QS. Al-Baqarah 28)

Demikianlah, definisi mati menurut Al-Qur’an adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah.

Ini berarti bahwa yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad. Sedangkan Ruh tidak akan pernah mengalami kematian. Tak ada yang mengingkari hal itu termasuk kalangan atheis sekalipun. Namun yang namanya keimanan tak mandeg sebatas ini saja. Telah menjadi perkara mendasar dalam Islam, yakni keyakinan adanya alam setelah kematian, yakni alam barzakh, atau lazim disebut alam kubur.

Kematian Menurut Aqidah Islam
Kematian, dalam pandangan Islam, bukanlah ujung dari segala kehidupan makhluk. Syariat telah demikian gamblang menerangkan bahwasanya masih ada alam lain (alam barzakh kemudian alam akhirat) yang akan dilalui manusia pasca kematian. Maka, membincangkan alam kubur, jelas erat kaitannya dengan aqidah. Karena alam kubur adalah bagian dari hal ghaib yang tidak semua orang (termasuk sebagian umat Islam) mau meyakininya. Sebab nyatanya masih saja ada yang berlogika untuk mementahkan perkara aqidah ini. Seakan-akan segala hal bisa dilihat dari kacamata logika semata.

Sebagian lagi menolak dengan merangkum beragam syubhat (keraguan) yang kesudahannya adalah menolak hadits-hadits yang menerangkan tentang berbagai peristiwa di alam kubur.

Melogikakan alam kubur dan beragam peristiwa yang terjadi di dalamnya tentu saja hanya akan menimbulkan erosi akidah, yang ujung-ujungnya kita bisa meragukan bahkan menghampakan eksistensi Allah Ta'ala sebagai Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Islam telah menggarisbawahi dengan sangat tebal bahwa keimanan bukanlah atas dasar selera manusia sehingga ia bisa bebas memilih sekehendak hati. Di mana ia hanya mau menerima hal-hal yang masuk akal dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan akal. Ia hanya mengimani hal-hal yang bisa "diendus" oleh panca indera sementara yang ghaib justru dia kufuri.

Renungan Bagi Yang Masih Hidup
Demikian juga dia hanya mau mempraktekkan syariat yang dianggapnya ringan sementara syariat yang (dalam anggapannya) berat – meski hukumnya wajib – justru ia tinggalkan. Hakikat keimanan dalam Islam, adalah pembenaran secara total terhadap segala kabar yang diberitakan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah yang kemudian mewujud dalam praktek seluruh anggota tubuh, berupa ucapan maupun perbuatan. Sehingga bukan keimanan namanya jika ber-Islam hanya atas dasar eling (ingat) atau yang di kalangan sufi diistilahkan dengan tahap ma’rifat.

Di samping itu, jika setiap makhluk bisa menginderai hal-hal ghaib niscaya keimanan itu menjadi tiada harganya. Karena selain perkara itu bukan lagi merupakan hal ghaib, maka menjadi tidak dapat dibedakan lagi antara mukmin dan orang kafir. Karena semua orang akan dengan mudah mengimani itu semua.

Bagaimanapun, dunia dalam pandangan Islam hanyalah panggung ujian bagi setiap manusia yang pada gilirannya nanti akan mendapatkan nilai akhir dari seluruh hasil ujian masing-masing. Ajaran Islam dan logika manusia sendiri mengatakan bahwa mustahil ada dua orang, yang satu jahat sementara yang lain shalih, tatkala mati kemudian sama-sama selesai dengan begitu saja. Tak ada balasan dari kejelekan atau hukuman perbuatan buruk dan tak ada balasan atas segala kebaikan.

Tegasnya, tak ada tawar-menawar dalam setiap perkara yang memang telah digariskan syariat. Setiap muslim seyogianya terus menyempurnakan keimanan yang telah terpatri dalam sanubarinya, salah satunya dengan mengimani adanya kehidupan setelah mati.

Wallahu a'lam bis shawab.

Tidak ada komentar